Puisi Chairil Anwar – Selamat datang kembali di web ekspektasia.
Siapa sih yang tidak kenal Chairil Anwar? Seorang penyair besar yang
dimiliki Indonesia. Banyak sekali karyanya yang hingga saat ini masih
sangat terkenang.
Karya yang paling terkenal yang pernah dibuat
oleh Chairil Anwar yaitu sebuah puisi yang berjudul “AKU”. Bahkan dari
puisi ini dia dijuluki dengan nama “Si Binatang Jalang”.
Chairil Anwar sendiri membuat puisi dengan berbagai objek, seperti puisi cinta, puisi sahabat, puisi ibu, puisi sindiran kepada pejabat, dan lain sebagainya.
Agar kita bisa mengenal dan mengenang semua karyanya, maka berikut ini kami sajikan kumpulan puisi karya Chairil Anwar.
hot.detik.comChairil
Anwar adalah salah seorang penyair Indonesia yang berasa dari Medan.
Tulisannya yang dimuat di Majalah Nisan pada tahun 1942 membuat dirinya
mulai terkenal di dalam dunia sastra. Kemudian berkat karyanya yang
berjudul “AKU”, Chairil Anwar ini dikenal sebagai “Si Binatang Jalang”.
Karya
yang pernah Ia tulis yaitu sebanyak 94 karya yang dimana 70 di
antaranya merupakan puisi. Kemudian oleh H.B Jassin, Chairil Anwar
bersama dengan Asrul Sani dan Rivai Apin dinobatkan sebagai pelopor
Angkatan ’45 sekaligus puisi modern Indonesia.
Berikut ini detail biodata Chairil Anwar yang bersumber dari Wikipedia,
Nama Lengkap: Chairil Anwar Tanggal Lahir: 26 Juli 1922 Tempat Lahir: Medan, Indonesia Pekerjaan: Penyair Kebangsaan: Indonesia Orang tua: Ayah – Toeloes dan Ibu – Saleha
Chairil
Anwar adalah seorang anak tunggal dari ayah Toeloes dan Ibu Saleha yang
selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya tersebut. Ia lahir dan
dibesarkan di Medan, teman akrabnya waktu kecil yang juga sangat
mengesankan dalam hidupnya yaitu neneknya sendiri.
Sekolah yang
merupakan tempat Ia belajar yaitu di sekolah dasar dengan nama
Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Setelah lulus, kemudian melanjutkan
sekolahnya ke sekolah menengah pertama di Meer uitgebreid Lager
Onderwijs (MULO), namun Ia keluar sebelum lulus.
Pasca keluar dari
sekolah MULO, Ia memanfaatkan waktunya untuk membaca karya-karya
pengarang Internasional. Pada saat usia remaja, barulah Ia mulai menulis
puisi, namun tidak ada satupun puisi yang sesuai dengan keinginannya.
Pada
tahun 1940 dimana usianya pada saat itu yaitu 19 tahun, ia pindah ke
Jakarta bersama ibunya, dan dari sinilah dia mulai serius berkecimpung
di dunia sastra, sehingga pada tahun 1942 terbitlah puisi pertamanya.
Kemudian
nama Chairil Anwar pun terkenal semenjak karya yang ia tulis di muat di
“Majalah Nisan” pada tahun 1942. Salah satu puisinya yang kita kenal
dan sering dideklarasikan yaitu puisi Chairil Anwar berjudul “AKU” (Aku mau hidup seribu tahun lagi).
Selain menulis puisi, ia juga menjadi penerjemah karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia.
Chairil Anwar sudah terkenal secara internasional, berikut iini merupakan karya-karya yang membahasa tentang Chairil Anwar:
Chairil
Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian
Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan
Kebudajaan (Djakarta, 1953).
Boen S. Oemarjati, “Chairil Anwar: The Poet and his Language” (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).
Abdul
Kadir Bakar, “Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar”
(Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra,
Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974).
U.S. Nababan, “A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar” (New York, 1976).
Arief Budiman, “Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan” (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976).
Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976.
B. Jassin, “Chairil Anwar, pelopor Angkatan ’45, disertai kumpulan hasil tulisannya”, (Jakarta: Gunung Agung, 1983).
Husain Junus, “Gaya bahasa Chairil Anwar” (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984).
Rachmat
Djoko Pradopo, “Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern”
(Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1985).
Sjumandjaya, “Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987).
Drama Pengadilan Sastra Chairil Anwar karya Eko Tunas, sutradara Joshua Igho, di Gedung Kesenian Kota Tegal (2006).
Puisi Chairil Anwar Aku
AKU
Kalau sampai waktuku ‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih perih Dan akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagi
Puisi Chairil Anwar Karawang Bekasi
KARAWANG BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno menjaga Bung Hatta menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat Berikan kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
1957
Puisi Chairil Anwar Tentang Cinta – Cintaku Jauh Di Pulau
Cintaku jauh di pulau
Cintaku jauh di pulau Gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bulan memancar di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang tenang, di angin mendayu di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata: “Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama ‘kan merapuh Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Puisi Chairil Anwar Diponegoro
Diponegoro
Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati.
Puisi Chairil Anwar Doa
DOA
Kepada pemeluk teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namamuBiar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh
Cahaya Mu panas suci Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku Aku hilang bentuk remuk
Tuhanku Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku Di pintu Mu aku bisa mengetuk Aku tidak bisa berpaling
Puisi Chairil Anwar Tentang Persahabatan – Kepada Kawan
Kepada Kawan
Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat, mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat, selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa, belum bertugas kecewa dan gentar belum ada, tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam, layar merah berkibar hilang dalam kelam, kawan, mari kita putuskan kini di sini: Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!Jadi Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam Dan Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa saja! Jadi mari kita putuskan sekali lagi: Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi, Sekali lagi kawan, sebaris lagi: Tikamkan pedangmu hingga ke hulu Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!
Puisi Chairil Anwar Tentang Persahabatan – Kawanku Dan Aku
Kawanku dan Aku
Kami sama pejalan larut Menembus kabut Hujan mengucur badan Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat Siapa berkata-kata? Kawanku hanya rangka saja Karena dera mengelucak tenaga
Dia bertanya jam berapa?
Sudah larut sekali Hilang tenggelam segala makna Dan gerak tak punya arti
Puisi Chairil Anwar – 1943
1943
Racun berada di reguk pertama Membusuk rabu terasa di dada Tenggelam darah dalam nanah Malam kelam-membelam Jalan kaku-lurus. Putus Candu. Tumbang Tanganku menadah patah Luluh Terbenam Hilang Lumpuh. Lahir Tegak Berderak Rubuh Runtuh Mengaum. Mengguruh Menentang. Menyerang Kuning Merah Hitam Kering Tandas Rata Rata Rata Dunia Kau Aku Terpaku.
1943
Puisi Chairil Anwar – Ajakan
Ajakan
Ida Menembus sudah caya Udara tebal kabut Kaca hitam lumut Pecah pencar sekarang Di ruang lengang lapang Mari ria lagi Tujuh belas tahun kembali Bersepeda sama gandengan Kita jalani ini jalanRia bahgia Tak acuh apa-apa Gembira-girang Biar hujan datang Kita mandi-basahkan diri Tahu pasti sebentar kering lagi.
Februari 1943
Puisi Chairil Anwar – Aku Berada Kembali
Aku Berada Kembali
Aku berada kembali. Banyak yang asing: air mengalir tukar warna, kapal-kapal, elang-elang Serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain; rasa laut telah berubah dan kupunya wajah juga disinari matari lain. Hanya Kelengangan tinggal tetap saja. Lebih lengang aku di kelak-kelok jalan; lebih lengang pula ketika berada antara yang mengharap dan yang melepas.
Telinga kiri masih terpaling ditarik gelisah yang sebentar-sebentar seterang guruh.
1949
Puisi Chairil Anwar – Aku Berkisar Antara Mereka
Aku Berkisar Antara Mereka
Aku berkisar antara mereka sejak terpaksa Bertukar rupa di pinggir jalan, aku pakai mata mereka pergi ikut mengunjungi gelanggang bersenda: kenyataan-kenyataan yang didapatnya. (bioskop Capitol putar film Amerika, lagu-lagu baru irama mereka berdansa) Kami pulang tidak kena apa-apa Sungguhpun Ajal macam rupa jadi tetangga Terkumpul di halte, kami tunggu trem dari kota Yang bergerak di malam hari sebagai gigi masa. Kami, timpang dan pincang, negatip dalam janji juga Sendarkan tulang belulang pada lampu jalan saja, Sedang tahun gempita terus berkata. Hujan menimpa. Kami tunggu trem dari kota. Ah hati mati dalam malam ada doa Bagi yang baca tulisan tanganku dalam cinta mereka Semoga segala sypilis dan segala kusta (Sedikit lagi bertambah cerita bom atom pula) Ini buktikan tanda kedaulatan kami bersama Terimalah duniaku antara yang menyaksikan bisa Kualami kelam malam dan mereka dalam diriku pula.
1949
Puisi Chairil Anwar – “BETINA”-NYA AFFANDI
Betina-nya Affandi
Betina, jika di barat nanti menjadi gelap turut tenggelam sama sekali juga yang mengendap, di mukamu tinggal bermain Hidup dan Mati. Matamu menentang – sebentar dulu! – Kau tidak gamang, hidup kau sintuh, kau cumbu, sekarang senja gosong, tinggal abu… Dalam tubuhmu ramping masih berkejaran Perempuan dan Laki
1946
Puisi Chairil Anwar – Buat Album D.S,
Buat Album D.S,
Seorang gadis lagi menyanyi Lagu derita di pantai yang jauh, Kelasi bersendiri di laut biru, dari Mereka yang sudah lupa bersuka. Suaranya pergi terus meninggi, Kami yang mendengar melihat senja Mencium belai si gadis dari pipi Dan gaun putihnya sebagian dari mimpi. Kami rasa bahagia ‘kan tiba. Kelasi mendapat dekapan di pelabuhan Dan di negeri kelabu yang berhiba Penduduknya bersinar lagi, dapat tujuan.
Lagu merdu! apa mengertikah adikku kecil yang menangis mengiris hati Bahwa pelarian akan terus tinggal terpencil, Juga di negeri jauh itu surya tidak kembali?
1946
Puisi Chairil Anwar – Buat Gadis Rasid
Buat Gadis Rasid
Antara daun-daun hijau padang lapang dan terang anak-anak kecil tidak bersalah, baru bisa lari-larian burung-burung merdu hujan segar dan menyebar bangsa muda menjadi, baru bisa bilang “aku” Dan angin tajam kering, tanah semata gersang pasir bangkit mentanduskan, daerah dikosongi Kita terapit, cintaku – mengecil diri, kadang bisa mengisar setapak Mari kita lepas, kita lepas jiwa mencari jadi merpati Terbang mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat – the only possible non-stop flight Tidak mendapat.
1948
Puisi Chairil Anwar – Buat Nyonya N.
Buat Nyonya N.
Sudah terlampau puncak pada tahun yang lalu, dan kini dia turun ke rendahan datar. Tiba di puncak dan dia sungguh tidak tahu, Burung-burung asing bermain keliling kepalanya dan buah-buah hutan ganjil mencap warna pada gaun.Sepanjang jalan dia terkenang akan jadi satu Atas puncak tinggi sendiri berjubah angin, dunia di bawah dan lebih dekat kematian Tapi hawa tinggal hampa, tiba di puncak dia sungguh tiada tahuJalan yang dulu tidak akan dia tempuh lagi, Selanjutnya tidak ada burung-burung asing, buah- buah pandan ganjil
Turun terus. Sepi. Datar-lebar-tidak bertepi
1949
Puisi Chairil Anwar – Catetan Th. 1946
Catetan Th. 1946
Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai, Mainan cahya di air hilang bentuk dalam kabut, Dan suara yang kucintai ‘kan berhenti membelai. Kupahat batu nisan sendiri dan kupagut. Kita -anjing diburu- hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat. Dan kita nanti tiada sawan lagi diburu Jika bedil sudah disimpan, cuma kenangan berdebu; Kita memburu arti atau disertakan kepada anak lahir sempat. Karena itu jangan mengerdip, tatap dan penamu asah, Tulis karena kertas gersang, tenggorokan kering sedikit mau basah!
1946
Puisi Chairil Anwar – Cerita
Cerita
kepada Darmawidjaja Di pasar baru mereka Lalu mengada-menggaya. Mengikat sudah kesal Tak tahu apa dibuat
Jiwa satu teman lucu Dalam hidup, dalam tuju.
Gundul diselimuti tebal Sama segala berbuat-buat.
Tapi kadang pula dapat Ini renggang terus terapat.
9 Juni 1943
Puisi Chairil Anwar – Cerita Buat Dien Tamaela
Berita Buat Dien Tamaela
Beta Pattiradjawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu.Beta Pattiradjawane Kikisan laut Berdarah laut.Beta Pattiradjawane Ketika lahir dibawakan Datu dayung sampan.
Beta pattiradjawane, menjaga hutan pala. Beta api di pantai. Siapa mendekat Tiga kali menyebut beta punya nama.
Dalam sunyi malam ganggang menari Menurut beta punya tifa, Pohon pala, badan perawan jadi Hidup sampai pagi tiba.
Mari menari! mari beria! mari berlupa!
Awas jangan bikin beta marah Beta bikin pala mati, gadis kaku beta kurim datu-datu!
Beta ada di malam, ada di siang Irama ganggang dan api membakar pulau…
Beta Pattiradjawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu.
1946
Puisi Chairil Anwar Tentang Ibu
IBU
Pernah aku ditegur Katanya untuk kebaikan Pernah aku dimarah Katanya membaiki kelemahan Pernah aku diminta membantu Katanya supaya aku pandai Ibu….. Pernah aku merajuk Katanya aku manja Pernah aku melawan Katanya aku degil Pernah aku menangis Katanya aku lemah
Ibu…..
Setiap kali aku tersilap Dia hukum aku dengan nasihat Setiap kali aku kecewa Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat Setiap kali aku dalam kesakitan Dia ubati dengan penawar dan semangat Dan Bila aku mencapai kejayaan Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun….. Tidak pernah aku lihat air mata dukamu Mengalir di pipimu Begitu kuatnya dirimu….
Ibu….
Aku sayang padamu….. Tuhanku…. Aku bermohon padaMu Sejahterakanlah dia Selamanya…..
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – TAK SEPADAN
Tak Sepadan
Aku kira: Beginilah nanti jadinya Kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa AhasverosDikutuk-sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta Tak satu juga pintu terbukaJadi baik juga kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak ‘kan apa-apa Aku terpanggang tinggal rangka
Februari 1943
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – Senja di Pelabuhan Kecil
Senja di Pelabuhan Kecil Buat Sri Ayati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – Cintaku Jauh di Pulau
Cintaku Jauh di Pulau Cintaku jauh di pulau Gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bulan memancar di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya Di air yang tenang, di angin mendayu di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata: “Tujukan perahu ke pangkuanku saja. ”Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama ‘kan merapuh Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – Sebuah Kamar
Sebuah Kamar Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu. “Sudah lima anak bernyawa di sini, Aku salah satu!” Ibuku tertidur dalam tersedu, Keramaian penjara sepi selalu, Bapakku sendiri terbaring jemu Matanya menatap orang tersalib di batu! Sekeliling dunia bunuh diri! Aku minta adik lagi pada Ibu dan bapakku, karena mereka berada d luar hitungan: Kamar begini 3 x 4, terlalu sempit buat meniup nyawa!
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – Hampa
Hampa
Kepada Sri Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai di puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas-renggut Segala menanti. Menanti. Menanti Sepi Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencengkung punda Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – Prajurit Jaga Malam
Prajurit Jaga Malam Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malamMalam yang berwangi mimpi, terlucut debu Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – Yang Terampas dan Yang Putus
Yang Terampas dan Yang Putus Kelam dan angin lalu mempesiang diriku, Menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin, Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – Rumahku
RumahkuRumahku dari unggun-timbun sajakKaca jernih dari luar segala nampak Kulari dari gedong lebar halaman Aku tersesat tak dapat jalan Kemah kudirikan ketika senjakala Di pagi terbang entah ke mana Rumahku dari unggun-timbun sajak Di sini aku berbini dan beranak Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang Aku tidak lagi meraih petang Biar berleleran kata manis madu Jika menagih yang satu27 april 1943
Persetujuan dengan Bung Karno Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji Aku sudah cukup lama dengan bicaramu dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu Aku sekarang api aku sekarang laut Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
Puisi Chairil Anwar Deru Campur Debu – Sajak Putih
Sajak Putih Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh akuHidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita Mati datang tidak membelah…1944
Puisi Chairil Anwar – Dalam Kereta
Dalam KeretaDalam kereta. Hujan menebal jendela Semarang, Solo…, makin dekat saja Menangkup senja. Menguak purnama. Caya menyayat mulut dan mata. Menjengking kereta. Menjengking jiwa, Sayatan terus ke dada15 Maret 1944
Puisi Chairil Anwar – Dendam
Dendam
Berdiri tersentak Dari mimpi aku bengis dielak Aku tegak Bulan bersinar sedikit tak nampak Tangan meraba ke bawah bantalku Keris berkarat kugenggam di hulu Bulan bersinar sedikit tak nampakAku mencari Mendadak mati kuhendak berbekas di jari
Aku mencari Diri tercerai dari hati
Bulan bersinar sedikit tak tampak
13 Juli 1943
Puisi Chairil Anwar – Derai-derai Cemara
Derai-derai Cemaracemara menderai sampai jauh terasa hari akan jadi malam ada beberapa dahan di tingkap merapuh dipukul angin yang terpendamaku sekarang orangnya bisa tahan sudah berapa waktu bukan kanak lagi tapi dulu memang ada suatu bahan yang bukan dasar perhitungan kini hidup hanya menunda kekalahan tambah terasing dari cinta sekolah rendah dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan sebelum pada akhirnya kita menyerah1949
Puisi Chairil Anwar – Di Mesjid
Di Mesjid
Kuseru saja Dia Sehingga datang juga Kami pun bermuka-muka. Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada. Segala daya memadamkannya Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkudaIni ruang Gelanggang kami berperang
Binasa-membinasa Satu menista lain gila.
29 Mei 1943
Puisi Chairil Anwar – Hukum
Hukum
Saban sore ia lalu depan rumahku Dalam baju tebal abu-abu Seorang jerih memikul. Banyak menangkis pukul. Bungkuk jalannya – Lesu Pucat mukanya – Lesu Orang menyebut satu nama jaya Mengingat kerjanya dan jasaMelecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa. Perwira muda Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!
Maret 1943
Puisi Chairil Anwar – Isa
Isa
kepada nasrani sejati Itu Tubuh mengucur darah mengucur darahrubuh patahmendampar Tanya: aku salah?kulihat Tubuh mengucur darah aku berkaca dalam darah
terbayang terang di mata masa bertukar rupa ini segara
mengatup luka
aku bersuka
Itu Tubuh mengucur darah mengucur darah
12 November 1943
Puisi Chairil Anwar – Jangan Kita Berhenti Disini
Jangan Kita Berhenti Disini
Jangan kita di sini berhenti. Tuaknya tua, sedikit pula Sedang kita mau berkendi-kendi Terus, terus dulu…!! Ke ruang dimana botol tuak banyak berbaris Pelayannya kita dilayuani gadis-gadis O, bibir merah, selokan mati pertama O, hidup, kau masih ketawa??24 Juli 1943
Puisi Chairil Anwar – Kabar Dari Laut
Kabar Dari Laut
Aku memang benar tolol ketika itu, mau pula membikin hubungan dengan kau; lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu, berujuk kembali dengan tujuan biru. Di tubuhku ada luka sekarang, bertambah lebar juga, mengeluar darah, di bekas dulu kau cium nafsu dan garang; lagi aku pun sangat lemah serta menyerah. Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi. Pembatasan cuma tambah menyatukan kenang. Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang. Dan kau? Apakah kerjamu sembahyang dan memuji. Atau di antara mereka juga terdampar, Burung mati pagi hari di sisi sangkar?1946
Puisi Chairil Anwar – Kenangan
Kenangan
untuk Karinah Moordjono Kadang Di antara jeriji itu-itu saja Mereksmi memberi warna Benda usang dilupa Ah! Tercebar rasanya diri Membumbung tinggi atas kini Sejenak Saja. Halus rapuh ini jalinan kenang Hancur hilang belum dipegang Terhentak Kembali di itu-itu saja Jiwa bertanya: Dari buah Hidup kan banyakan jatuh ke tanah? Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia19 April 1943
Puisi Chairil Anwar – Kepada Pelukis Affandi
Kepada Pelukis Affandi
Kalau, ‘ku habis-habis kata, tidak lagi berani memasuki rumah sendiri, berdiri di ambang penuh kupak, adalah karena kesementaran segala yang mencap tiap benda, lagi pula terasa mati kan datang merusak. Dan tangan ‘kan kaku, menulis berhenti, kecemasan derita, kecemasan mimpi; berilah aku tempat di menara tinggi, di mana kau sendiri meninggiatas keramaian dunia dan cedera, lagak lahir dan kelancungan cipta, kau memaling dan memuja dan gelap-tertutup jadi terbuka!1946
Puisi Chairil Anwar – Kepada Penyair Bohang
Kepada Penyair Bohang
Suaramu bertanda derita laut tenang… Si Mati ini padaku masih berbicara Karena dia cinta, dimulutnya membusah Dan rindu yang mau memerahi segala Si Mati ini matanya terus bertanya! Kelana tidak bersejarah Berjalan kau terus! Sehingga tidak gelisah Begitu berlumuran darah. Dan duka juga menengadah Melihat gayamu melangkah Mendayu suara patah: “Aku saksi!”Bohang, Jauh di dasar jiwamu bertampuk suatu dunia; menguyup rintik satu-Satu Kaca dari dirimu pula…1945
Puisi Chairil Anwar – Kesabaran
Kesabaran
Aku tak bisa tidur Orang ngomong, anjing nggonggong Dunia jauh mengabur Kelam mendinding batu Dihantam suara bertalu-talu Di sebelahnya api dan abu Aku hendak berbicara Suaraku hilang, tenaga terbang Sudah! Tidak jadi apa-apa! Ini dunia enggan disapa, ambil perduli Keras membeku air kali Dan hidup bukan hidup lagi Kuulangi yang dulu kembali Sambil bertutup telinga, berpicing mata Menunggu reda yang mesti tibaMaret 1943
Puisi Chairil Anwar – Kita Gunyah Lemah
Kita Gunyah Lemah
Kita gunyah lemah Sekali tetak tentu rebah Segala erang dan jeritan Kita penmdam dalam keseharian Mari tegak merentak Diri-sekeliling kita bentak Ini malam purnama akan menembus awan.22 Juli 1943
Puisi Chairil Anwar – Kupu Malam dan Biniku
Kupu Malam dan Biniku
Sambil berselisih lalu mengebu debu. Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakang Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang Barah ternganga Melayang ingatan ke biniku Lautan yang belum terduga Biar lebih kami tujuh tahun bersatuBarangkali tak setahuku Ia menipuku.
Maret 1943
Puisi Chairil Anwar – Lagu Biasa
Lagu Biasa
Di teras rumah makan kami kini berhadapan Baru berkenalan. Cuma berpandangan Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam Masih saja berpandangan Dalam lakon pertama Orkes meningkah dengan “Carmen” pula. Ia mengerling. Ia ketawa Dan rumput kering terus menyala Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi Darahku terhenti berlariKetika orkes memulai “Ave Maria” Kuseret ia ke sana….Maret 1943
Puisi Chairil Anwar – Lagu Siul
Lagi Siul
Laron pada mati Terbakar di sumbu lampu Aku juga menemu Ajal di cerlang caya matamu Heran! ini badan yang selama berjaga Habis hangus di api matamu ‘Ku kayak tidak tahu saja.II Aku kira Beginilah nanti jadinya: Kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasveros Dikutuk-sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta, Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak ‘kan apa-apa, Aku terpanggang tinggal rangka
25 November 1945
Puisi Kemerdekaan Chairil Anwar – Merdeka
Merdeka
Aku mau bebas dari segala Merdeka Juga dari Ida Pernah Aku percaya pada sumpah dan cinta Menjadi sumsum dan darah Seharian kukunyah-kumamah Sedang meradang Segala kurenggut Ikut bayangTapi kini Hidupku terlalu tenang Selama tidak antara badai Kalah menangAh! Jiwa yang menggapai-gapai Mengapa kalau beranjak dari sini Kucoba dalam mati.
14 Juli 1943
Puisi Chairil Anwar – Pemberian Tahu
Pemberian Tahu
Bukan maksudku mau berbagi nasib, nasib adalah kesunyian masing-masing. Kupilih kau dari yang banyak, tapi sebentar kita sudah dalam sepi lagi terjaring. Aku pernah ingin benar padamu, Di malam raya, menjadi kanak-kanak kembali, Kita berpeluk ciuman tidak jemu, Rasa tak sanggup kau kulepaskan, Jangan satukan hidupmu dengan hidupku, Aku memang tidak bisa lama bersama Ini juga kutulis di kapal, di laut tidak bernama!1946
Puisi Chairil Anwar – Penerimaan
Penerimaan
Kalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk! Tentang aku dengan beraniKalau kau mau kuterima kau kembali Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
Maret 1943
Puisi Chairil Anwar – Perhitungan
Perhitungan
Banyak gores belum terputus saja Satu rumah kecil putih dengan lampu merah muda cayaLangit bersih-cerah dan purnama raya… Sudah itu tempatku tak tentu di mana. Sekilap pandangan serupa dua klewang bergeseran Sudah itu berlepasan dengan sedikit heran Hembus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi…!?Kini aku meringkih dalam malam sunyi.
16 Maret 1943
Puisi Chairil Anwar – Sajak Buat Basuki Resobowo
Sajak Buat Basuki Resobowo
Adakah jauh perjalanan ini? Cuma selenggang! – coba kalau bisa lebih! Lantas bagaimana? Pada daun gugur tanya sendiri, Dan sama lagu melembut jadi melodi! Apa tinggal jadi tanda mata? Lihat pada betina tidak lagi menengadah Atau bayu sayu, bintang menghilang! Lagi jalan ini berapa lama? Boleh seabad… aduh sekerdip saja! Perjalanan karna apa? Tanya rumah asal yang bisu! Keturunanku yang beku di situ! Ada yang menggamit? Ada yang kehilangan? Ah! Jawab sendiri! – aku terus gelandangan….28 Februari 1947
Puisi Chairil Anwar – Selama Bulan Menyinari Dadanya
Selama Bulan Menyinari Dadanya
Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam ranjang padang putih tiada batas sepilah panggil-panggilan antara aku dan mereka yang bertolak Aku bukan lagi si cilik tidak tahu jalan di hadapan berpuluh lorong dan gang menimbang: ini tempat terikat pada Ida dan ini ruangan “pas bebas” Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam ranjang padang putih tiada batas sepilah panggil-panggilan antara aku dan mereka yang bertolak Juga ibuku yang berjanji tidak meninggalkan sekoci. Lihat cinta juga luntur: Dan aku yang pilih tinjauan mengabur, daun-daun sekitar gugur rumah bersembunyi dalam cemara rindang tinggi pada jendela kaca tiada bayang datang mengambang Gundu, gasing, kuda-kuadaan, kapal-kapalan di zaman kanak, Lihatlah cinta jingga luntur: Kalau datang nanti topan ajaib menggulingkan gundu, memutarkan gasing memacu kuda-kudaan, menghempas kapal-kapalan aku sudah lebih dulu kaku.1948
Puisi Chairil Anwar – Selamat Tinggal
Selamat Tinggal Perempuan… Aku berkaca Ini muka penuh luka Siapa punya? Kudengar seru menderu – dalam hatiku? – Apa hanya angin lalu? Lagu lain pula Menggelepar tengah malam butaAh…!!
Segala menebal, segala mengental Segala tak kukenal
Selamat tinggal…!!!
Puisi Chairil Anwar – Semangat
Semangat
Kalau sampai waktuku kutahu tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu! Aku ini binatang jalang Dari kumpulan terbuangBiar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlari Berlari
Hingga hilang pedih dan peri.
Dan aku lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Maret 1943
Puisi Chairil Anwar – Sendiri
Sendiri
Hidupnya tambah sepi, tambah hampa Malam apa lagi Ia memekik ngeri Dicekik kesunyian kamarnyaIa membenci. Dirinya dari segala Yang minta perempuan untuk kawannya Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama Terkejut ia tertunduk. Siapa memanggil itu? Ah! Lemah lesu ia tersendu: Ibu! Ibu!Februari 1943
Puisi Chairil Anwar – Sia-sia
Sia-sia
Penghabisan kali itu kau datang Membawaku kembang berkarang Mawar merah dan melati putih Darah dan Suci Kau tebarkan depanku Serta pandang yang memastikan: untukmu. Lalu kita sama termangu Saling bertanya: apakah ini? Cinta? Kita berdua tak mengerti Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri Ah! Hatiku yang tak mau memberi Mampus kau dikoyak-koyak sepi.Februari 1943
Puisi Chairil Anwar – Siap-Sedia
Siap-Sedia kepada angkatanku Tanganmu nanti tegang kaku, Jantungmu nanti berdebar berhenti, Tubuhmu nanti mengeras batu, Tapi kami sederap mengganti, Terus memahat ini Tugu, Matamu nanti kaca saja, Mulutmu nanti habis bicara, Darahmu nanti mengalir berhenti, Tapi kami sederap mengganti, Terus berdaya ke Masyarakat Jaya. Suaramu nanti diam ditekan, Namamu nanti terbang hilang, Langkahmu nanti enggan ke depan, Tapi kami sederap mengganti, Bersatu maju, ke Kemenangan.Darah kami panas selama, Badan kami tertempa baja, Jiwa kami gagah perkasa, Kami akan mewarna di angkasa, Kami pembawa Bahgia nyata.Kawan, kawan Menepis segar angin terasa Lalu menderu menyapu awan Terus menembus surya cahaya Memancar pendar ke penjuru segala Riang menggelombang sawah dan hutanSegala menyala-nyala! Segala menyala-nyala!Kawan, kawan Dan kita bangkit dengan kesedaran Mencucuk menerawang hingga belulang. Kawan, kawan Kita mengayun pedang ke Dunia Terang!
1944
Puisi Chairil Anwar – Sorga
Sorga
buat Basuki Resobowo Seperti ibu + nenekku juga tambah ketujuh turunan yang lalu aku minta pula supaya sampai di sorga yang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susu dan bertabur bidadari beribu Tapi ada suara menimbang dalam diriku, nekat mencemooh: Bisakah kiranya berkering dari kuyup laut biru, gamitan dari tiap pelabuhan gimana? Lagi siapa bisa mengatakan pasti di ditu memang memang ada bidari suaranya berat menelan seperti Nina, punya kerlingnya Jati?
Malang, 23 Februari 1947
Puisi Chairil Anwar – Sudah Dulu Lagi
Sudah Dulu Lagi
Sudah dulu lagi terjadi begini Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil Jangan tanya mengapa jari cari tempat di sini Aku tidak tahu tanggal serta alasan lagi Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang penghabisan Yang akan terima pusaka: kedamaian antara runtuhan menara Sudah dulu lagi, sudah dulu lagi Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil.1948
Puisi Chairil Anwar – Taman
Taman
Taman punya kita berdua tak lebar luas, kecil saja satu tak kehilangan lain dalamnya. Bagi kau dan aku cukuplah Taman kembangnya tak berpuluh warna Padang rumputnya tak berbanding permadani halus lembut dipijak kaki. Bagi kita bukan halangan. Karena dalam taman punya berdua Kau kembang, aku kumbang aku kumbang, kau kembang. Kecil, penuh surya taman kita tempat merenggut dari dunia dan ‘nusiaMaret 1943
***
Demikian
kumpulan Puisi Chairil Anwar yang merupakan karya yang luar biasa.
Terimakasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat. Jika ingin mendengar
dan melihat seperti apa puisi karya Chairil Anwar ini, Anda bisa
menontonnya di Youtube.
Semangat dan Mari Berkarya!
Arifjayarana's Blog Hanya sekedar Iseng-iseng soal Tutorial Hardware & Software Komputer Lanjut ke konten Beranda About Me Manga Tutorials Informasi Menarik Sign In Melakukan Perbaikan Dan Atau Setting Ulang Koneksi Jaringan Mempersiapkan Perbaikan Konektifitas Jaringan pada PC yang Bermasalah Persiapan untuk melakukan perbaikan konektifitas jaringan pada komputer client yang bermasalah harus terlebih dahulu mengetahui peralatan-peralatan yang akan digunakan dan dibutuhkan dalam jaringan tersebut. Selain peralatan dalam proses perbaikan konektifitas kita juga harus mengetahui jenis topologi jaringan yang digunakan oleh komputer client tersebut. Hal ini dilakukan agar dalam proses persiapan dan proses perbaikan kita tidak menggunakan sistem trial and error yang berarti kita hanya mencoba-coba saja tanpa mengetahui permasalahan yang di...
Main menu Skip to content Home Library All For You Archives Only On Wattpad On Going Story MyungSooji Fanfic Company Fanfiction for Myungzy Shipper RSS Tutorial WATTPAD Posted by elship on February 11, 2016 “Tutorial Penggunaan Wattpad (Menggunakan Aplikasi Wattpad di Android)” Maaf aku kembali memberi spam di sini. Karena kemarin ada yang mengatakan sama sekali tidak tau tentang wattpad atau tidak tau cara membaca di wattpad jadi aku memberikan tutorial penggunaan wattpad. Maaf jika masih ada salah karena ini aku buat sendiri. Yang pertama yaitu langkah dasar untuk membuat akun wattpad. Download aplikasi wattpad di playstore/googlestore di handphone. Setelah aplikasi terinstal, langsung saja aplikasinya di buka dan tampilannya seperti ini. Setelah itu kita klik tombol facebook untuk bisa masuk melalui facebook. Tunggu sampai login berhasil. Setelah login berhasil, kita sudah masuk ke dalam ...
TELUSURI ENANGLIS Alien Tukang Nulis. BERANDA ABOUT Berbagi Label wattpad Maret 20, 2016 MEMBUAT CERITA DI WATTPAD Assalamu'alaikum ;D Seperti yang sudah saya janjikan, postingan ini bakalan panjang sepertinya. Karena saya pengen nuntasin semua soal cerita. xD Jadi, langsung mulai aja. Cara membuat cerita di Wattpad Caranya mudah aja, tinggal klik ' pekerjaan ', trus klik tombol ' +cerita bar u'. Di situ, kalian isi judul cerita yang mau kalian bikin. Trus sinopsis nya, dibuat semenarik mungkin biar orang-orang yang baca pun bakalan tertarik buat baca. Lalu scroll down , di sana kalian bisa tambahin label. Label ini fungsinya, biar orang-orang bisa nyari cerita kita dengan mudah. Misalkan kalian mau masukin label #pacaran, nanti setiap orang yang nyari label itu, cerita kalian bakaln muncul--entah di urutan ke berapa, tergantung seberapa popular ...